Intisari Diskusi
Jumat, 7 Oktober 2022

Bagaimana Peran TNI dalam Proses Demokrasi Menjelang Pemilu 2024

Syndicate Forum – Forum Diskusi Publik

Untuk mendukung diskusi itu, PARA Syndicate mengundang sejumlah narasumber yaitu Laksamana TNI (Purn.) Bernard Kent Sondakh yang merupakan Kepala Staf TNI AL periode 2002-2005, peneliti dan dosen Universitas Pertahanan Kusnanto Anggoro, dan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Diskusi ini turut dipandu oleh Ari Nurcahyo, Direktur Ekskutif PARA Syndicate.

Pada kesempatan itu, Bernard berpendapat bahwa TNI sebaiknya melakukan reorganisasi supaya TNI tak perlu ditarik-tarik ke ranah politik.

“Menurut pemikiran saya, bukan institusi, mungkinkah kita kembali ke UUD 1945? Untuk reorganisasi kembali TNI agar TNI murni menjadi alat pertahanan yang sejati. Kalau begini, tak perlu lagi ada menarik-narik lagi tni ke dalam politik,” tuturnya.
Bernard mengatakan bahwa seharusnya militer aktif fokus mengerjakan fungsi dan tugasnya dalam pertahanan. Sementara, para elit politik fokus dalam politik. “Tak perlu saling menarik, apalagi ikut campur yang terlalu mendalam. Jadi, ini ‘di antara’. Keduanya bisa diselaraskan lewat Rapat Dengar Pendapat (RDP). Misalnya antara DPR dan TNI sebagai mitra,” sambung dia.

Jadi, jangan narik TNI ke politik praktis. Reformasi telah menetapkan TNI sebagai kekuatan pertahanan utama untuk menghadapi ancaman militer. TNI hadir untuk menjaga keutuhan bangsa, wilayah, dan kedaulatan negara

Adapun perihal Pemilu 2024, menurutnya, TNI bisa terlibat dalam proses demokrasi. Misalnya dengan “memberi pemahaman mengenai wawasan berbangasa dan bernegara.” Selain itu, “bekerja sama untuk mengamankan dan tidak menimbulkan gejolak, serta menguatkan pesta demokrasi.”

Senada dengan Bernard, Hasto juga mengatakan untuk tidak menggaet TNI ke politik praktis. Ia menambahkan bahwa dalam tata pemerintahan yang baik, semua pihak harus mengikut “rules of the game”. Apalagi mengingat jejak historis pada awal reformasi.

“Jadi, jangan narik TNI ke politik praktis… Reformasi telah menetapkan TNI sebagai kekuatan pertahanan utama untuk menghadapi ancaman militer. TNI hadir untuk menjaga keutuhan bangsa, wilayah, dan kedaulatan negara. TNI dibangun sebagai militer profesional yang tunduk dalam otoritas sipil. Itulah semangat kehidupan negara sesuai konstitusi negara,” pungkas dia.

“Karena itulah menjelang Pemilu 2024, jangan tarik-tarik TNI ke dalam politik… TNI harus jadi wasit yang betul-betul profesional,” tandas Hasto lagi. Namun, lanjutnya, TNI harus memahami arah politik pertahanan negara dengan melaksanakan peran strategis sebagaimana kebijakan pertahanan negara. Sekaligus menjaga dan mewujudkan perdamaian dunia sehingga TNI harus dirancang agar memiliki “kemampuan force projection.”

Pada kesempatan yang sama, Kusnanto juga mengaku cemas terhadap TNI yang ditarik ke ranah politik oleh partai politik (parpol). Pasalnya, menurutnya, tak semua parpol punya kemampuan untuk melakukan kaderisasi dengan baik. Ia menambahkan, “ada kesenjangan antara institusi sipil (dalam hal ini parpol) dan militer dalam mengakomodasi untuk beradaptasi di situasi rezim post-Orde Baru.”

Kendati begitu, ia mengatakan bahwa TNI mesti turut berperan dalam proses demokrasi, tetapi tak terlibat dalam politik praktis. Dalam konteks Pemilu 2024, ia yakin TNI bisa mendukung dan berperan positif dalam proses demokrasi. Misalnya, di tengah isu polarisasi atau politik identitas yang kini santer, TNI bisa ambil peran.

“Bagaimana TNI bisa menempatkan diri ini perlu didiskusikan lagi, seperti membuat kesepakatan antara TNI dengan KPU. Misalnya, bagaimana TNI mengentaskan politik identitas dan menyampaikan keperluan itu… Sejatinya, tugas militer adalah untuk membela demokrasi,” tandasnya.

[Tim PARA Syndicate]