Press Release
Untuk Dipublikasikan Segera
Selasa, 27 September 2022

Capaian 100 Hari Menteri ATR/BPN dan Catatan Pekerjaan Rumah

Syndicate Forum – Diskusi Media

Dalam rangka menyambut 100 hari Hadi Tjahjanto menjabat sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), PARA Syndicate menggelar diskusi media dengan tajuk “100 Hari Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto: Pemberantasan Mafia Tanah dan Janji Reforma Agraria”, pada Senin (26/9). Diskusi ini mengulas bagaimana sepak terjang dan kinerja Hadi Tjahjanto selama 100 memimpin Kementerian ATR/BPN dan juga tantangannya.

Dalam diskusi ini hadir sejumlah panelis; yaitu Juru Bicara Menteri ATR/BPN T. Hari Prihatono, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang, dan Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisaksi Trubus Hadiansyah, serta dimoderatori Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo.

Hari Prihatono mengawali diskusi dengan memaparkan ada tiga hal besar yang mesti diselesaikan oleh Menteri ATR/PBN dalam sisa waktu di periode kedua Presiden Jokowi ini, tepatnya hingga 2024 nanti. Adapun tiga hal yang dimaksud yaitu; percepatan sertifikasi tanah melalui Program Pendaftaran Sistematis Lengkap (PTSL), penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan – termasuk pemberantasan mafia tanah, dan dukungan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

“Tiga hal itu yang dimandatkan kepada Pak Hadi Tjahjanto ketika Presiden Jokowi melantiknya pada 15 Juni 2022 lalu. (Kebetulan) ini bersamaan dengan Hari Agraria pada 24 September dan bertepatan dengan seratus hari Bapak Menteri menjabat,” tutur Hari.

Hari mengatakan bahwa pengukuran selama seratus itu berfokus pada apa yang sudah dilakukan oleh Menteri Hadi Tjahjanto. Perihal percepatan pendaftaran tanah, dalam hal ini Kementerian ATR/BPN berupaya membangun sistem informasi pertanahan yang modern dan berstandard dunia. Yang sudah dilakukan misalnya dengan mendorong digitalisasi sertifikat dan penyerahan sertifikat secara door to door kepada masyarakat.

Kemudian perihal penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan, tercatat bahwa ada 45 dari 195 kasus sengketa dan konflik pertanahan yang dinyatakan selesai pada periode Juni – September 2022. Adapun menyoal reforma agraria, per 23 September 2022, sudah ada 92 persen dari target 4,5 juta Ha aset tanah yang sudah dilegalisasi, yakni 4.140.028 Ha. Selain itu, ada 32,86 persen dari target 4,5 juta Ha aset tanah yang sudah diredistribusi, yakni 1.478.496,57 Ha.

Hari melanjutkan, mengenai dukungan terhadap pembangunan IKN, Kementerian ATR/BPN telah merampungkan empat dari sembilan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di IKN, yang mesti dituntaskan pada akhir 2022. “Kementerian ATR/BPN akan terus berkoordinasi dengan KLHK, Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, Badan Otorita IKN, Pemerintah, dan terutama masyarakat selaku pemilik tanah dalam rangka menyelesaikan persoalan lahan di IKN,” jelasnya

Hari mengaku bahwa Kementerian ATR/BPN masih punya banyak pekerjaan rumah, temasuk memberantas mafia pertanahan dan melanjutkan reforma agraria. “Kita belum tahu persis ini jaring laba-labanya ada di mana dan seberapa kuat menyerang.

Meski begitu, Hari mengaku bahwa Kementerian ATR/BPN masih punya banyak pekerjaan rumah, temasuk memberantas mafia pertanahan dan melanjutkan reforma agraria. “Kita belum tahu persis ini jaring laba-labanya ada di mana dan seberapa kuat menyerang. Untuk mengatasi itu, kami akan menguatkan kerja sama dengan beberapa pilar, seperti parlemen, akademisi, masyakraat, hingga media.” Semetara itu, perihal reforma agraria, Kementerian ATR/BPN akan melakukan audit – “mulai dari audit fisik hingga pemanfaatannya,” tutur Hari.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengatakan bahwa pihaknya belum melihat hasil yang signifikan dari kinerja Menteri ATR/BPN baru dalam seratus hari setelah dilantik. Ia pun menyorot kasus mafia tanah yang masih merajalela. “Di Bekasi saja ada 351 ribu kasus, lalu gimana di seluruh Indonesia? Ini bisa jutaan kasus,” pungkasnya.

Junimart menduga bahwa pelaku kasus mafia tanah itu adalah bagian dari pihak internal. Ia menambahkan kasus mafia tanah ini sudah terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif – atau TSM – sehingga sangat sulit diatasi. Karena itu, menurut Junimart, “diperlukan reformasi internal” untuk menata birokrasi dan pelayanan publik di Kementerian ATR/BPN menjadi lebih baik.

“Kenapa saya bilang begini (pelaku pihak internal)? Karena warkah itu didapat dari internal. Ini tentu menyangkut sumber daya manusia (SDM) atau birokrasinya. Karena itu SDM di internal ini harus direformasi,” tegas Junimart. “Selain itu, mengingat kasus mafia tanah memang sulit diatasi, paling tidak, kami minta kasus mafia tanah ini diminimalisasi.”

Sementara Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah, menilai bahwa persoalan mafia tanah saat ini yang paling penting ialah soal edukasi kepada masyarakat. Dengan edukasi dari Kementerian ATR/PBN diharapkan masyarakat menerima informasi yang benar sehingga bisa berhati-hati saat menghadapi praktik mafia tanah. “Hal yang paling penting itu mengedukasi dan meliterasi masyarakat. Biar mereka dikasih tahu soal kepemilikan tanah, cara membelinya, dan sebagainya. Tekankan juga jangan tergoda dan tertipu oleh mafia tanah.”

Trubus juga mengatakan bahwa perihal pertanahan ini harus terus dikomunikasikan. Misalnya mengenai siapa investor yang mau investasi di mana atau lokasi mana yang jadi prioritas reforma agraria. “Ini harus jelas dan transparan. Jadi jangan nanti ujug-ujug jadi masalah ini,” imbuhnya.

Selain itu, ia menekankan bahwa Kementerian ATR/BPN harus berkolaborasi dengan pihak lain. Misalnya dengan Kementerian Dalam Negeri, yang bisa mendorong RT/RW, lurah, camat, hingga bupati untuk mengedukasi atau menyosialisasikan tentang pertanahan. “Kalau tidak demikian, pemberantasan mafia tanah dan reforma agraria tidak bisa dilakukan,” ujarnya.

Kementerian ATR/BPN diharapkan dapat melayani rakyat dalam urusan pertanahan dengan lebih baik, sehingga janji reforma agraria memberikan tanah untuk rakyat bisa diwujudkan.

[Tim PARA Syndicate]