Jokowi dan Dilema Penyelesaian HAM: Antara Pemulihan dan Keadilan
Presiden Joko Widodo baru-baru ini memperkenalkan program penyelesaian non-yudisial untuk pelanggaran HAM berat di Aceh, dengan fokus utama pada pemulihan hak korban.
Program ini mencakup inisiatif seperti pelatihan keterampilan, jaminan hak kesehatan, perbaikan rumah, dan pembangunan infrastruktur publik, menggarisbawahi pentingnya pemulihan dalam konteks ini.
Namun, ada pendapat yang menegaskan bahwa pemulihan saja tidak mencukupi. Maria Catarina Sumarsih, ibu dari korban tragedi Semanggi I, berpendapat bahwa penyelesaian non-yudisial dapat merendahkan martabat manusia dan tidak menjamin pencegahan pelanggaran HAM pada masa depan.
Menurut Sumarsih, harus ada proses hukum yang jelas dan pengadilan bagi pelaku pelanggaran HAM, menunjukkan pentingnya perspektif keadilan.
Organisasi HAM, Kontras, menilai bahwa program pemerintah cenderung mengabaikan aspek yudisial dalam penyelesaian HAM.
Hal ini menegaskan bahwa pemulihan dan keadilan bukanlah pilihan yang saling eksklusif; sebaliknya, keduanya harus berjalan beriringan dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat.
Mereka saling melengkapi dan berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama: pemulihan bagi korban dan pencegahan pelanggaran di masa depan.
Meskipun kerangka hukum yang ada dalam UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM, Indonesia perlu melakukan lebih banyak upaya untuk menjamin penegakan hukum yang efektif.
Kerangka hukum ini memfasilitasi penyelidikan oleh Komnas HAM dan penindaklanjutan oleh Kejaksaan Agung, tetapi proses ini perlu diperkuat dan diprioritaskan untuk memastikan keadilan.
Selain itu, pemerintah harus menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi korban dan keluarga mereka melalui proses hukum yang transparan dan adil.
Ini mencakup tidak hanya pengadilan bagi pelaku, tetapi juga pengungkapan kebenaran dan upaya rekonsiliasi bagi masyarakat secara keseluruhan. Ini penting untuk mencapai penyelesaian yang berkelanjutan atas pelanggaran HAM berat.
Meskipun ada kemajuan, masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan. Pemulihan dan keadilan harus dilihat sebagai dua elemen penting dalam penyelesaian pelanggaran HAM, bukan sebagai alternatif yang saling eksklusif. Mereka harus berjalan bersama untuk mencapai resolusi yang berkelanjutan.
Program pemulihan, seperti pembangunan dan perbaikan infrastruktur, adalah langkah penting, tetapi tidak cukup tanpa keadilan.
Keadilan adalah hak setiap individu dan merupakan bagian penting dari pemulihan. Tanpa penegakan keadilan, penyelesaian HAM berat hanya akan setengah jalan.
Pemerintah Indonesia perlu memperkuat kerangka hukum yang ada dan memastikan proses hukum yang adil dan transparan.
Pemulihan dan keadilan harus dilihat sebagai dua elemen penting dalam penyelesaian pelanggaran HAM, bukan sebagai alternatif yang saling eksklusif. Mereka harus berjalan bersama untuk mencapai resolusi yang berkelanjutan.
UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM harus diterapkan dengan efektif dan konsisten. Kejaksaan Agung dan Pengadilan HAM perlu memastikan bahwa semua kasus pelanggaran HAM berat diselidiki dan dituntut dengan adil, mencegah impunitas dan pelanggaran di masa depan.
Memastikan keadilan dan pemulihan bagi korban pelanggaran HAM adalah tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara negara.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia perlu memperkuat kerangka hukum yang ada dan menjamin proses hukum yang adil dan transparan berlangsung.
UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM harus diterapkan secara efektif dan konsisten. Kejaksaan Agung dan Pengadilan HAM harus memastikan bahwa semua kasus pelanggaran HAM berat diselidiki dan dituntut secara adil, untuk mencegah impunitas dan pengulangan pelanggaran pada masa depan.
Terlebih lagi, pemerintah harus berkomitmen untuk memastikan bahwa semua korban mendapatkan pemulihan dan keadilan yang mereka butuhkan.
Melalui pemahaman dan pengakuan atas kesalahan masa lalu, pemerintah dapat bergerak maju dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan damai.
Penyelesaian HAM berat adalah proses yang panjang dan sulit, tetapi melalui komitmen dan keberanian moral, pemerintah dapat membantu mencapai keadilan dan perdamaian.
Dengan pemulihan dan keadilan bekerja bersama, pemerintah dapat membantu merajut kembali benang-benang kehidupan yang telah terputus dan membuka jalan bagi rekonsiliasi dan perdamaian, membangun fondasi keadilan sosial yang kuat untuk masa depan bangsa.
Di sini, pertanyaannya bukan lagi apakah kita mampu memulihkan diri dari tragedi masa lalu, tetapi apakah pemerintah memiliki keberanian moral untuk melihat dengan jujur ke dalam cermin sejarah, mengakui kesalahan, dan berkomitmen untuk membangun masa depan yang lebih adil dan damai.
(Tulisan ini sudah diterbitkan di kompas.com dengan judul yang sama [https://nasional.kompas.com/read/2023/06/30/06300051/jokowi-dan-dilema-penyelesaian-ham–antara-pemulihan-dan-keadilan] pada Jumat, 30 Juni 2023)
Virdika Rizky Utama