Intisari Diskusi
Selasa, 5 September 2023
Setelah Pilu Demokrat, Ke Mana Arah Koalisi Pilpres 2024?
Nasdem dan PKB resmi mendeklarasikan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sebagai pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Sabtu, 2 September 2023. Hal ini membuat Demokrat merasa dikhianati sehingga keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) dan mencabut dukungannya terhadap Anies.
Sebelumnya, Nasdem dan Demokrat tergabung dalam KPP bersama PKS. Koalisi ini mengusung Anies sebagai capres, namun belum kunjung mendeklarasikan cawapresnya karena belum ada titik temu antarpartai. Demokrat dan PKS mendorong agar nama cawapres segera diumukan. Saat itu, Demokrat mengusulkan nama ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai cawapres. Sementara itu, PKS mengaku akan menerima siapa pun sosoknya. Adapun Nasdem ingin cawapres diumumkan last minute.
Pendeklarasian pasangan Anies-Muhaimin membuat pilu Demokrat dan akan mengubah konfigurasi koalisi Pilpres 2024. Berangkat dari dinamika itu, PARA Syndicate dan Lingkar Madani (LIMA) Indonesia menggelar diskusi bertajuk “Setelah Pilu Demokrat, Ke Mana Arah Baru Koalisi Pilpres 2024?” di Kantor PARA Syndicate, Selasa, 5 September 2023.
Menurut Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo, kekecewaan PKB yang terlihat ketika hadir di Ultah PAN ke-25 pada Senin, 28 Agustus 2023 lalu menjadi momentum bagi PKB untuk menimbang opsi baru. Saat itu Prabowo mengubah nama koalisi Gerindra-PKB secara mendadak. Dari yang mulanya “Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya” (KKIR) menjadi “Koalisi Indonesia Maju” setelah Golkar dan PAN bergabung.
“Selain itu, sudah setahun lebih berkoalisi di KKIR, Prabowo tidak memberi kepastian siapa nama cawapres, meskipun nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sudah disebut,” ujarnya. Ia menambahkan kekecewaan PKB itu ditangkap oleh Ketua Umum Nasdem Surya Paloh, yang kemudian memasangkan Muhaimin dengan Anies.
Di kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB Luluk Nur Hamidah menuturkan bahwa pertemuan Anies-Muhaimin bukan di injury time dan ini patut disyukuri.
“Ada kesempatan bertemu Mas Anies, ternyata punya tujuan yang sama (dengan PKB). Tujuannya yaitu demi Indonesia yang lebih baik,” katanya. Ia melanjutkan bahwa koalisi Nasdem dan PKB bisa menjadi harapan masa depan bangsa.
Luluk menekankan untuk tidak mendramatisasi peristiwa belakangan sebagai pengkhianatan. Ia menekankan, “Selama setahun berkoalisi di KKIR, Cak Imin tidak pernah memberi sinyal meninggalkan Prabowo… Bahkan, selama 25 tahun PKB tidak pernah menjadi pengkhianat pemerintah, tetapi jadi loyalis. Tidak pernah jadi oposan.”
Ia juga tak memungkiri bahwa ke depannya, akan ada kerja sama politik dengan partai lain.
Pasangan Anies-Muhaimin bersifat komplementer dan rekonsiliatif. Pasalnya, figur NU Muhaimin akan memoderasi figur Anies yang dipersepsi sangat kanan. Pasangan ini juga mengintegrasikan bangsa yang terpecah belah dari residu Pemilu dan Pilkada sebelumnya.
Perihal komposisi pasangan, Ari Nurcahyo mengatakan Anies-Muhaimin bersifat komplementer dan rekonsiliatif. Pasalnya, figur NU Muhaimin akan memoderasi figur Anies yang dipersepsi sangat kanan. Selain itu, ada faktor elektoral di mana Muhaimin punya basis pemilih NU di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pasangan ini juga mengintegrasikan bangsa yang terpecah belah dari residu Pemilu dan Pilkada sebelumnya.
Senada dengan Ari, Direktur Lingkar Madani (LIMA) Indonesia Ray Rangkuti mengatakan bahwa masuknya Muhaimin ke Koalisi Perubahan akan meredam isu Anies yang pernah menjadi jangkar Islam politik. Pun akan membawa jangkar ke Islam yang lebih moderat dan mangambil ceruk elektabilitas di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara itu, lanjut Ray, jika AHY dipilih jadi cawapres, maka tak mampu menguatkan elektabilitas Anies secara signifikan.
Meski begitu, peneliti dari Exposit Strategic, Arif Susanto, berpendapat bahwa eksperimen menggabungkan komposisi basis Islam modernis dan tradisionalis itu tidaklah mudah.
“Sebelumnya, Nasdem dan PKB ini ada dalam koalisi pendukung pemerintah, sementara PKS ada di luar. Pertemuan (Anies-Muhaimin) ini menjadi eksperimen penting. Mereka akan saling melengkapi atau melemahkan?” Kendati demikian, kata dia, siapa pun yang memenangkan Pilpres 2024, PKB akan tetap masuk ke pemerintahan.
Ray Rangkuti turut mencatat bahwa “Anies-Muhaimin belum membuat visi dan misi”, meski sudah berpasangan dan dianggap punya satu tujuan sama sebagaimana disampaikan Luluk. Oleh karenanya, ia meragukan kesiapan pasangan tersebut.
Di lain sisi, lanjutnya, ada kemungkinan elektabilitas Prabowo menurun menyusul kepergian Muhaimin dari koalisi Prabowo. Sebab “PKB selama ini mampu mengerek elektabilitas Islam politik. Meski ada PAN, dia tidak sekuat PKB.”
Adapun mengenai nasib Demorat, Ari Nurcahyo menilai Demokrat lebih punya kemungkinan masuk ke poros Prabowo. “Ke poros Ganjar rasanya sulit mengingat kesejarahan Demokrat dan PDIP ketika SBY pernah “meninggalkan” dan bikin sakit hati Megawati saat Pemilu 2004,” tambahnya.
Ray Rangkuti turut menambahkan bahwa alih-alih terbebani kesejarahan hubungan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Megawati, sebetulnya hubungan AHY-Puan yang lebih penting. Mereka jadi penentu politik ke depan, khususnya hubungan Demokrat dan PDI-P yang sejauh ini kurang harmonis. “Jadi, sebetulnya, yang penting adalah pertemuan AHY dan Puan, bukan SBY dan Megawati,” ujarnya menyoal wacana pertemuan Megawati dan SBY yang akan dilakukan dalam waktu dekat.
Di samping beban kesejarahan, Arif Susanto menambahkan bahwa Demokrat akan kesulitan lantaran sosok SBY terlalu dominan sehingga berpotensi kontraproduktif. Di saat yang bersamaan, kader muda yang ada belum siap. “Posisi bargaining Demokrat tak cukup kuat,” timpalnya.
Lebih lanjut, Ari Nurcahyo menyebutkan bahwa saat ini poros yang “aman” secara politik, selain karena sudah memenuhi presidential threshold dengan minimal 115 kursi di DPR (20 persen) pada Pemilu sebelumnya, yaitu koalisi di poros Ganjar dan poros Anies. “Sementara itu, poros Prabowo belum “aman” secara politik. Prabowo perlu mewaspadai sikap Golkar di poros koalisinya. Golkar adalah partai besar yang dikenal lincah bermanufer, sikap politiknya bakal menentukan konfigurasi capres-cawapres dan penentu arah koalisi ke depan, akan tiga capres atau empat capres atau bisa dua capres,” pungkas Ari.
[Tim PARA Syndicate]